Sampai tujuan swasembada pangan masih tetap jadi pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan Indonesia, saat taktik swasembada semakin banyak berbentuk politik daripada ekonomi. Perihal ini telah berjalan semenjak jaman Belanda, bahkan juga konon Amangkurat I ikut lakukan taktik sama.
Demikian pengakuan Prof Parulian Hutagaol Guru Besar FEM IPB yang didampingi oleh Dr Dahril dari Pusat analisis Resolusi Perseteruan serta Pemberdayaan IPB pada wartawan di Universitas IPB Branangsiang Bogor, Selasa (23/10/2018). Menurut dia telah saatnya Indonesia mengkoreksi kebijaksanaan swasembada menjadi motor perolehan kesuksesan pangan nasional.
Baca juga: Akreditasi Prodi UNM
“Indikator swasembada itu kan jumlahnya produksi domestik yang dapat penuhi keperluan mengkonsumsi nasional. Ini bahaya loh untuk ketahanan pangan nasional di hari esok,” jelas Parulian.
Selanjutnya Dia menjelaskan, sebaiknya Indonesia dapat mengikuti Thailand atau Vietnam. Negara itu tidak memakai taktik swasembada untuk memenuhi keperluan pangan nasionalnya. Mereka picu produksi beras sekaligus juga bangun komoditas pangan favorit yang lain, hingga masyakarat memiliki pilihan bahan pangan inti.
Kedatangan perusahaan asing yang ada pula didayagunakan. Perkembangan tehnologi yang umumnya dipunyai perusahaan multinasional, justru diberdayakan untuk didorong menghasilkan komoditas favorit berkapasitas saing. “Akhirnya negara mereka dapat menguber ketinggalan di lokasi Asia Tenggara. Bahkan juga sekarang exportir besar ke negara lainnya, termasuk juga Indonesia,” katanya.
Indonesia ditambahkan Parulian, semestinya dapat lakukan perihal yang sama. Beberapa perusahaan benih multinasional agrikultur berbasiskan sains serta penelitian sudah lama masuk di Indonesia.
“Sekarang tinggal pemerintah yang semestinya menggerakkan industri yang ada untuk lebih produktif membuat benih-benih yang spesifik tempat tidak selalu benih global untuk ditanam petani. Bila itu dikerjakan, kita tidak cuma dapat penuhi keperluan pangan nasional, tapi justru exportir produk pangan,” tuturnya optimistis.
Baca juga: Akreditasi Prodi POLIMDO
Bagaimana dengan industri benih dalam negeriagar jadi tuan di negeri sendiri? “Kawal industri benih dalam negeri menjadi kuat hingga produktif ikut membuat komoditas pangan yang marketable baik di pasar domestik ataupun mancanegara, hingga hasil produksi yang dibuat petani kita telah sesuai dengan keinginan global,” sambungnya.
Dalam peluang terpisah, Direktur Eksekutif Nada Petani Institute Tony Setiawan mengatakan, telah sepantasnya kegaduhan permasalahan pangan nasional selekasnya disudahi. Menjadi negara agraris yang sempat memperoleh penghargaan dunia mengenai pangan di tahun 1984, rasa-rasanya tidak patut kembali Indonesia terantuk permasalahan pangan yang biasa dihadapi beberapa negara miskin, ditambah lagi sekarang ini telah jadi salah satunya negara anggota G20.
No comments:
Post a Comment